• Jumat, 21 Agustus 2020


    Tulisan ini merupakan hasil rangkuman dari kegiatan ngaji bareng Fatayat NU PAC Kesugihan yang dilaksanakan setiap hari Sabtu sore di awal dan akhir bulan. Tentu saja telah saya ramu kembali dengan menggali keterangan di syarah kitab Safinah (Kasyifatus Saja) dan juga dari kitab yang lain. Rangkuman ini saya buat atas permintaan beberapa sahabat mengingat pentingnya pengetahuan fiqih dasar bagi para sahabat. Kebetulan untuk pertemuan kali ini sampai pada fasal yang menerangkan tentang tata cara memandikan mayit.  

    Berbicara tentang memandikan jenazah, maka tidak lepas dari hak jenazah yang wajib ditunaikan. Dalam Islam terdapat empat kewajiban bagi seorang muslim terhadap jenazah. Pertama adalah memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan.

    Hukum Memandikan Jenazah Dan Tata Caranya 

    Memandikan  jenazah hukumnya adalah fardu kifayah. Yang artinya bahwa hukum wajib tersebut berlaku bagi setiap  muslim di suatu wilayah, namun apabila  ada salah satu yang sudah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi muslim yang lain. Mungkin hal inilah yang menyebabkan sedikit orang yang mau mempelajarinya. Apalagi mereka terlanjur biasa mengandalkan keberadaan dan fungsi kayim yang diangkat oleh pemerintah desa untuk mengurusi kematian.

    Tak ada salahnya kita mempelajarinya, karena mungkin suatu saat akan bermanfaat bagi keluarga maupun orang lain. Adapun dalam memandikan mayit  Syeh Salim Bin Abdullah Bin Said Bin Sumair Al Hadrami dalam karangannya Safinah  Najah ada 2 cara. Yaitu cara minimal dan yang kedua adalah cara yang paling sempurna.

    Cara minimal memandikan mayit  bahwa paling sedikit memandikan mayit adalah meratakan air ke seluruh badan  mayit. Syekh Abi Abdil Mu’thi dalam syarahnya (Kasyifatussaja) menjabarkannya bahwa saat memandikan jenazah  menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke seluruh anggota tubuh. Jika cara ini telah dilakukan dengan baik dan benar, maka jenazah dapat dikatakan telah dimandikan dan kewajiban seorang muslim telah gugur.

     Adapun syekh Muhammad Amin Alkurdiy dalam Tanwirul Qulub menjelasakan bahwa satu kali siraman pada prakteknya adalah 3 kali siraman. Siraman  pertama dengan  air murni, siraman kedua dengan air sabun, siraman ketiga dengan  air kapur barus. Jadi tiga kali siraman dengan tiga jenis air ini baru bisa dihitung satu kali. Dengan kata lain saat akan mengulang siraman lagi maka mengulang 3 kali lagi dengan tiga jenis air tersebut ( air murni, air sabun, dan air kapur). Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai dirasa cukup (badan mayit bersih dan terasa kesat).

    Kemudian Syeh Salim Bin Abdullah Bin Said Bin Sumair Al Hadrami menjelaskan cara memandikan jenazah yang paling sempurna. Yaitu menyempurnakan dengan membersihkan 2 aurat besar ( farji dan anus), membersihkan hidung dan telinga dari kotoran, mewudu’kan mayit, menggosok badan mayit dengan daun bidara, dan menyiram air ke badan mayit sebanyak tiga kali. Orang yang memandikan mayit dianjurkan untuk memakai sarung tangan terutama saat membersihkan kemaluan dan dubur.

                Sebagaimana diterangkan di atas bahwa tiga siraman dihitung satu kali dimana masing-masing adalah air murni, air sabun, dan air kapur barus. Dan ketika tiga kali siraman dirasa belum cukup, maka ditambah lagi menjadi 5 siraman, apa bila masih belum cukup juga, maka ditambah lagi menjadi 7 siraman dan seterusnya. Intinya adalah jumlah siraman disunnahkan ganjil.

    Niat Memandikan Mayit

    Memandikan mayit hukumnya wajib adapun niat memandikan mayit hukumnya sunnah. Sedangkan mewudu’kan mayit hukumnya sunnah akan tetapi niat mewudu’kan mayit hukumnya fardu.

    Berikut lafadz niat memandikan  dan mewudukan mayit

    Niat memandikan jenazah laki-laki

    نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى

    "Nawaitul ghusla adaa-an 'an haadzal mayyiti lillahi ta'aalaa."

    Niat memandikan jenazah perempuan

    نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى

    Nawaitul gusla adaa-an 'an haadzihil mayyitati lillaahi ta'aalaa."

     Niat mewudukan mayit  laki-laki

     نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ المَسنُونَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى

    Nawaitul wudhu-a lmasnuna li hadzal mayyiti lillahi ta’ala

    Saya niat wudu yang disunnahkan untuk mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta’ala

    Niat mewudu'kan mayit perempuan

    نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ المَسنُونَ  لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى

    Nawaitul wudhu-al masnuna li hadzihil mayyitati lillahi ta’ala

    Saya niat wudu  yang disunnahkan untuk mayit (perempuan) ini karena Allah Ta’ala

    Jenazah yang wajib dimandikan.

    Dalam Islam, jenazah yang wajib dimandikan adalah:

    1. Seorang muslim atau muslimah

    2. Ada tubuhnya

    3. Kematiannya bukan karena mati syahid

    4. Bukan bayi yang meninggal karena keguguran

    Jenazah yang tidak boleh dimandikan.

    Dalam Islam juga terdapat jenazah yang tidak boleh dimandikan. Kedua kategori jenazah tersebut adalah jenazah yang mati syahid atau gugur dalam perang melawan orang kafir dalam rangka membela agama Islam. Lalu jenazah yang kedua adalah bayi yang meninggal karena keguguran saat dalam kandungan. Kedua jenazah tersebut tidak boleh dimandikan dan disalati, hanya cukup dikafani kemudian dikuburkan. Akan tetapi bila janin sudah berumur 4 bulan ke atas maka tetap dimandikan dan disholati.

    Syarat orang yang memandikan jenazah.

    1. Beragama Islam

    2. Berakal

    3. Baligh

    4. Berniat memandikan jenazah

    5. Mengetahui hukum memandikan jenazah

    6. Terpercaya, amanah, dan mampu menutupi aib

    Orang yang berhak memandikan jenazah.

    Meski hukumnya fardhu kifayah yaitu wajib bagi siapa pun yang memenuhi syarat, dalam memandikan jenazah terdapat urutan mengenai siapa saja yang lebih berhak untuk memandikannya. Berikut  adalah urutan orang yang paling berhak memandikan jenazah laki-laki dan perempuan:

    Untuk jenazah laki-laki.

    - Laki-laki yang masih memiliki hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua, anak laki-laki atau kakek

    - Istri

    - Laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan

    - Perempuan yang masih mahram

    Untuk jenazah perempuan.

    - Suami. Seorang suami adalah yang paling berhak memandikan istrinya karena suami diperbolehkan melihat seluruh anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali

    - Perempuan yang masih ada hubungan kekerabatan, seperti kakak, adik, orang tua, anak perempuan atau nenek

    - Perempuan yang tidak memiliki hubungan keluarga

    - Laki-laki yang masih mahram

    Demikian ulasan dari saya, semoga dan bermanfaat. Tentu saja masih banyak sekali kekurangan. untuk itu saya mohon kritik dan sarannya. Wallohu A’lamu Bisshowab. (Naeli Rokhmah)

     

     

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Diary Mbak Neli - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -