Recent Blog Post

New Post!

  •  


    Keluar rumah tanpa make up? Bisa? Fix, kalian pasti jawab “ tidaaak”. Ya, make up atau kosmetik memang tidak bisa dipisahkan dari perempuan. Namun apa jadinya bila saat berwudlu make up masih menempel di wajah, sah kah? Nah, mama kece yang sholihah wajib paham ini ya.


    Secara fiqih, meratakan basuhan ke seluruh rambut dan kulit bagian anggota wudlu hukumnya adalah wajib. Jadi saat membasuh wajah, kulit wajah harus bersih dari segala benda yang bisa menghalangi air ke permukaan kulit wajah atau benda yang bisa merubah netralitas air. Termasuk di sini adalah make up yang menempel di wajah. Namun tentunya ada kriteria tertentu.


    Dikutip dari NU Online, dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji alal Madzhabis Syafi’i jika di bawah kuku-kukunya terdapat kotoran yang menghalangi sampainya air, atau cincin (yang dipakai dapat menghalangi sampainya air) maka tidak sah wudhunya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.


    عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَجَعْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيقِ تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ الْعَصْرِ فَتَوَضَّئُوا وَهُمْ عِجَالٌ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ وَأَعْقَابُهُمْ تَلُوحُ لَمْ يَمَسَّهَا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ ». 

    Artinya, “Dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata, ‘Kami kembali bersama Rasulullah SAW dari Kota Mekkah menuju Madinah sampai ketika kami menemukan air di tengah perjalanan, maka sekelompok orang (kaum) segera bergegas shalat ashar, mereka pun berwudhu dengan tergesa-gesa, sampai kami berakhir sedangkan tumit mereka jelas sekali masih kering tidak tersentuh air. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah bagi tumit-tumit itu karena api neraka. Sempurnakanlah wudhu kalian.”


    Dari kisah di atas dapat disimpulkan, sedikit saja bagian wudhu tidak terkena air wudhu, itu dapat membatalkan seluruh basuhan wudhu, sehingga harus mengulang kembali wudhu secara sempurna. Ini menunjukkan pentingnya memastikan semua anggota wudhu terbasahi air wudhu.


    Macam-macam make up

    Lantas benda apa saja yang bisa menghalangi air ke permukaan kulit? Di antaranya kotoran mata, make up water prof (anti air), tip ek, cat, tanah, minyak, dan lain sebagainya. Sedangkan benda yang bisa merubah netrasi air adalah bedak wajah, lotion wajah, krim wajah, dan sejenisnya. 


    Lalu bagaimana kriteria make up yang bisa menghalangi air wudlu? Secara umum, make up bisa dibedakan menjadi 2 macam;

    1.  Make up yang memiliki ketebalan dan membentuk lapisan. Make up jenis ini, harus dihilangkan sebelum berwudhu. Karena menghalangi sampainya air ke anggota wudhu. Jika tidak dihilangkan, maka wudhu tidak sah, dan terkena ancaman hadis di atas. Contohnya adalah lipstik, eye liner, dan bedak wajah yang tebal dan lain sebagainya.

    2. Make up yang tidak memiliki ketebalan dan tidak membentuk lapisan. Make up jenis ini tidak harus dihilangkan. Karena tidak mengandung lapisan atau ketebalan, yang menghalangi basahan air wudhu. Contohnya make up yang hanya berupa warna, seperti celak, pewarna kuku dan lain-lain.


     Jika make-up memiliki fisik (membentuk lapisan.), menghalangi sampainya air ke anggota wudhu, maka harus dihilangkan. Jika tidak memiliki fisik, jadi hanya sebatas warna, tidak memiliki ketebalan, maka tidak harus dihilangkan.


    Dari kedua jenis makeup di atas, make up waterproof tergolong jenis pertama. Waterproof artinya anti air. Ini jelas menunjukkan memiliki ketebalan dan lapisan. Jadi, pastikan benda-benda tersebut bersih dari wajah barulah melakukan wudlu. Wallahu a'lamu bis showab. (Naeli Rokhmah)

    Berwudhu Tapi Make Up Masih Menempel Di Wajah, Sah Kah?

  •  

    dari kiri Ketua IPQOH Cilacap H Zainal Arifin, Ust Rokhani Dari Qudus, Ustad Mas'ud Sahat Dari Demak


    Menjadi Qori bersuara indah bukanlah hal yang mudah. Apalagi menjadi juara MTQ sampai level internasional. Saya merasa beruntung karena dipertemukan dengan dua orang sosok yang telah sukses di jagad pertilawahan dalam kesempatan bimbingan tilawah pada pertengahan Juni lalu. Dari mereka saya bisa belajar tilawah sekaligus mencuri rahasia sukses mereka hingga menjadi qori internasional.


    Teriknya mentari di pertengahan bulan Juni terasa begitu menyengat. Namun tidak demikian yang saya rasakan saat memasuki area Masjid Darul Mutadho. Di situlah tengah digelar bimbingan tilwatil qur’an yang mendatangkan dua orang qori sekaligus, Ahad 19 Juni 2022. Ustad H Muhammad Rokhani, Juara MTQ Internasional tahun 2007 dan Ustad Mas’ud Sahat Juara STQ Nasional tahun 2021.


    Sang bayu telah sepenggalah saat motor yang  saya kendarai masuk ke pelataran Masjid Darul Murtadlo. Masjid yang berada di Desa Donan Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap. Di sinilah haflah tilawatil qur’an digelar atas inisiasi Ikatan Persaudaraan Qori-Qari’ah dan Hafidz-Hafidzoh (IPQOH) digelar.

    Ustad Rokhani Dari Kudus




    Turun dari kendaraan saya disapa oleh sang imam masjid, H Zaenal Arifin yang juga Ketua IPQOH Cilacap. Saya pun berbasa-basi sejenak dengannya sebelum akhirnya beliau mempersilakan saya untuk bergabung dengan yang lain sementara dirinya sibuk mengurus jalannya acara bersama dengan  panitia yang lain.


    Di lantai keramik yang dingin, saya duduk lesehan bersama peserta lainnya. Adem dan tenang, itu yang saya rasakan. Masjid yang masih dalam tahap pembangunan itu terasa teduh oleh rimbunnya pepohonan yang tumbuh di sekelilingnya.


    Secara bergantian dua narasumber yang merupakan qori senior kebanggaan Jawa Tengah itu mengalunkan ayat demi ayat Alqur’an dengan suara emasnya. Alunan ayat suci Alqur’an terdengar merdu menambah syahdu suasana siang itu.


    Ustaz Ma’ud Sahat giliran pertama tampil. Beliau membacakan surat Maryam ayat 16-19. Dibawakannya langgam bayati dengan menawan di hadapan peserta. Lantas peserta menirukan apa yang sudah ia ajarkan. Dengan telaten ustad Sahat membimbing kami hingga bisa menirukan lagu yang diajarkannya.

    Rahasia sukses qori

    Di sela-sela bimbingannya, Ustad Mas'ud Sahat bercerita pengalaman pribadinya. Ia menuturkan keberhasilannya bukan diraih secara instan melainkan perjuangan keras. Ia mengaku rutin berlatih setiap pagi. Apalagi sejak menjadi muadzin di Masjid Agung Jawa Tengah, setiap pagi ia akan tilawah qobla subuh. 


    "Kuncinya semangat belajar. Luangkan waktunya setiap hari untuk istiqomah belajar," kata beliau.


    Hal senada disampaikan oleh Ustad Rokhani, Juara MTQ internasional tahun 2007 asal Kudus.


    "Cari waktu paling nyaman untuk latihan secara istiqomah. Kalau nyaman pagi ya pagi, kalo nyaman sore ya sore. Terus menerus setiap hari. Kalau hanya latihan satu kali seminggu, ya lama hasilnya," ujarnya.


    Ustadz Rokhani  membacakan surat Ali imron ayat 94 dengan rangkaian lagu lengkap dari lagu Bayati sampai lagu penutup. Suaranya tak kalah merdu dengan Ustad Mas’ud Sahat. Qori asal Kota Kretek Kudus ini mampu menghinotis kami.


    Tepat saat jarum jam di angka 12, sang qari mengakhiri tilawahnya. Bimbingan tilawah hari itu pun disudahi. Dan kami bersiap melaksanakan shalat duzhur bersama. (Naeli Rokhmah)

    Kunci Sukses Jadi Qori'? Qori H Rokhani Asal Qudus Bagikan Rahasianya

  •  

    Ada doa khusus yang dianjurkan untuk dibaca saat menjenguk bayi yang baru lahir

     Tak terkecuali saat menjenguk bayi yang baru lahir, setiap aktifitas dalam agama Islam ada adab dan doanya sendiri. Berikut adalah doa yang dianjurkan dibaca saat menjenguk bayi yang baru lahir.

    Di Indonesia menjenguk bayi yang baru lahir sudah menjadi tradisi. Mereka datang untuk memberikan ucapan selamat atas kelahiran sang bayi. Adakalanya membawa buah tangan alakadarnya. Tapi hal itu tentunya bukan hal terpenting. Yang lebih penting lagi adalah doa untuk si jabang bayi agar tumbuh sehat dan menjadi anak yang sholih/sholihah. 

    Ada doa khusus yang dianjurkan dibaca saat menjenguk bayi yang baru lahir. Berikut doa menjenguk bayi yang baru lahir sekaligus cara membaca dan artinya.

     

    بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْ مَوْهُوْبِ لَكَ وَ بَلَغَ اَشُدَّهُ وَ رُزِقْتَ بِرَّهُ

     Baarokallohu laka fii mauhuubin laka wa balagha asyuddahuu wa ruziqta birrohu

    Artinya: “Keberkahan bagimu atas apa yang telah dianugerahkan padamu. Kau bersyukur pada Sang Pemberi, telah sampai pada kesenangan dari-Nya, dan (semoga) diberikan rizki atas kebaikan-Nya” 



    Adapun tuan rumah yang dijenguk menjawab dengan doa:

    بَرَكَ اللهَ لَكَ وَ عَلَيْكَ

    Barokallohu laka wa alaika

    “Semoga engkau diberkahi Allah, semoga keberkahan Allah tercurah atas dirimu.

    Demikian amalan doa saat menjenguk bayi yang baru lahir. Semoga bermanfaat dan bisa diamalkan.

    (Mbak Neli)

     


    Doa Yang Dianjurkan Saat Menjenguk Bayi Yang Baru Lahir




  • Tarian sufi turut mewarnai malam Misa Natal di Gereja Katolik St. Theresia Majenang Kabupaten Cilacap, Kamis malam 24 Desember 2020. Tarian ini dibawakan oleh anggota  Lembaga Seni dan Budaywan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Majenang dalam kostum Sinterclas.

    Ketua lesbumi Majenang Imam Hamidi Antassalam atau akrab dipanggil Om I-ha  mengatakan bahwa kehadiran mereka malam itu adalah  atas undangan dari pengurus Gereja bersama-sama dengan Banser, Komunitas Gusdurian, dan Pemuda Pancasila.

    Om IHA yang juga direktur Sekolah Seni Majenang menuturkan bahwa adanya Sinterklas menari sufi di acara Misa Natal merupakan bentuk hadiah dan symbol kasih sayang kepada sesama.

    “ Terkait sinterklas menari di perayaan Misa Natal intinya adalah mempertemukan pandangan Kristiani dan pandangan saya sebagai muslim. Pertama pandangan Kristiani  tentang  tokoh Sinterklas, bahwa dia adalah tokoh suci yang memiliki karakter baik serta suka memberi di hari-hari penting sebagai tanda kasih sayang. Dan itu hadiah kami untuk kegiatan natal di masa pandemi ini,” tutur IHA.

    Om IHA juga menjelaskan bahwa Penari Sufi tujuannya untuk menebar cinta kasih.

    “ Ini ditunjukkan melalui Gerakan tarian Sufi. Mereka  (penari sufi) akan menanggalkan semua emosi, hawa nafsu dan hanya merasakan kecintaan dan kerinduan, kepada Tuhan kepada semesta. Intinya Tarian Sufi adalah manifestasi seorang hamba kepada Tuhannya. Itulah kenapa tarian sufi dan sinterklas ini saling melengkapi dan alhamdulillah bisa diterima semua kalangan di sini, baik oleh umat muslim maupun umat kristiani”, Jelas IHA

    Perayaan Natal Dimaknai Sebagai Ukhuwah Basyariah





    Dalam  kesempatan tersebut, Koordinator Gusdurian Majenang H Muhamad Murtadlo yang akrab dipanggil Yai Tadlo didaulat  untuk menyampaikan pidato usai Misa Natal berakhir. Dalam pidatonya, Yai Tadlo  menyampaikan  bahwa menurutnya perayaan Natal yang mengangkat tema “Kesederhanaan dan Kenusantaraan”  ini  dimaknai sebagai ukhuwah basyariyah maupun wathoniyah.


    "Yang berarti di masa pandemi nilai-nilai humanisme, tolong-menolong semakin kuat dalam membentuk karakter manusia Indonesia menjaga nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan yakni persatuan dan solidaritas sosial. Kami   umat muslim dan Gusdurian, bahkan juga umat lainnya pun semakin didorong imannya untuk melewati masa pandemi ini dengan solidaritas, kebersamaan, dan bergandengan tangan," tegasnya.


    Sebagaimana diketahui bahwa beberapa bulan terakhir ini Cilacap dilanda bencana kolosal dari mulai bencana banjir, tanah longsor, sampai angin putting beliung. Situasi yang sulit ini ditambah dengan masa pandemi yang belum juga berakhir sehingga menambah keprihatinan bersama. Hal inilah yang menjadi inspirasi diangkatnya tema “Kesederhanaan dan Kenusantaraan pada perayaan Natal tahun ini”.

      Pastor Kepala Paroki St.Theresia Majenang  Romo Bonifasius Abbas dalam pidato malam misa Natal 2020 menyatakan hal tersebut sebagai bentuk implementasi dari identitas diri sebagai umat beriman dan sebagai warga NKRI memperteguh keberagaman.

     

    "Sebagai umat Katolik, kami berupaya selalu membumikan keserderhanaan sekaligus memperteguh semangat kebangsaan karena itu perayaan Natal kali ini dengan aksen nuansa nusantara," katanya.

     

    Dalam kesempatan itu pula Romo Bonifasius Abbas menyampaikan terima kasih atas kehadiran Banser, komunitas Gusdurian Majenang, Pemuda Pancasila, dan Lesbumi Majenang.

     

    "Terima kasih atas partisipasiny sehingga perayaan Natal kami terlaksana dalam damai. Terima kasih kami pada para santri sekolah seni Majenang, yang telah menyuguhkan tokoh sinterklas dengan tarian sufinya," ucapnya.  
     

    "Perayaan Natal kami sederhana tapi mungkin tema yang kami angkat ini tidak sederhana, maka kami suguhkan tokoh sinterklas mampu menari sufi. Dan ini mungkin pertama di Indonesia bahkan dunia," tutupnya. (Naeli_bint_Aly)

     

     

      





    Dengan Tarian Sufi, Lesbumi Majenang Tebarkan Cinta Kasih Di Hari Natal



  •  Matahari masih malu – malu menampakkan sinarnya saat Sinah meletakkan ember cuciannya  di tepi kalen samping rumahku.  Seperti biasanya, ia membawa pakaian kotor untuk di cuci di sana.

    Kalen, begitu mesyarakat di tempatku menyebut saluran irigasi yang posisinya persis di samping kiri rumahku. Bahkan pondasi  irigasi tersebut menempel pada pondasi rumahku. Airnya yang jernih mengalir dari hulu sungai di atas sana untuk mengairi sawah warga desa.  Selain itu,  para warga juga memanfaatkannya  untuk mencuci pakaian.

    Mencuci pakaian di kalen menjadi rutinitas Sinah setiap pagi. Berangkat pagi – pagi sekali dari rumah. Tapi bisa sampai berjam – jam duduk di sana. Terkadang emaknya sampai menyusul sambil ngomel – ngomel. Karena cucian yang ditunggu – tunggu belum pulang – pulang. Bahkan  terkadang malah belum dicuci sama sekali. Aku kadang tersenyum geli karenanya.

    Begitu pula pagi itu.  Aku tahu Sinah sudah sejak tadi tiba. Tapi tak juga turun untuk mencuci.

    “Nah, Aku duluan yang nyuci yah “, ujarku.

    “ Ya”, jawabnya pendek sambil mengangguk. Sama seperti hari – hari yang lalu.

    Segera ku bawa ember besarku yang penuh dengan pakaian kotor. Maklum anakku masih kecil – kecil. Sedang aktif – aktifnya bermain. Ditambah lagi kalau keburan di kalen atau di kali, bahkan tak jarang mbelet di sawah. Membuat cucianku selalu menggunung setiap hari. Beruntung ada kalen di dekat rumahku. Setidaknya aku tak perlu bersusah payah menimba air di sumur untuk mencuci.

    Satu persatu tetanggaku menyusul membawa ember penuh cucian. Kami biasa mencuci bergantian karena batu tempat untuk menggilas pakaian jumlahya terbatas.

    “Nah kok belum nyuci, tuh batu yang itu kosong gak ada yang pake”, tegur Zaenab.

    “ Nanti dulu lah, Kamu dulu sana”, jawabnya.

    “ Nah, dari pada duduk – duduk saja mendingan cepat – cepat mencuci. Kalo udah selesai kan ayem tinggal pulang “, Zaenab terus  saja nyerocos tapi Sinah hanya diam  tanpa ekspresi, seperti  tidak mendengar.  Zaenab pun jadi kesal.

    “ Huh, dasar Sinah bocah kurang”, rutuknya kesal.

    Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. Enggan menanggapinya. Lagian buat apa sih. Sementara Sinah malah tampak cengar-cengir. Sesaat kemudian kulihat Sinah beringsut dari tempat duduknya dan melangkah pergi menjauh dari kalen. Entah mau apa dia. Kali ini Zaenab tampak tidak peduli.

     Beberapa saat kemudian Sinah kembali lagi. Kulihat tangannya membawa sesuatu. Setelah dekat baru jelas kulihat, ia membawa jajan. Pasti dari warung. Kembali ia duduk di pinggir kalen sambil makan jajan.

    “ Kamu lapar ya Nah?” Zainab iseng bertanya.

    “ Iya”, Jawab Sinah pendek.

    “Emang belum sarapan?”, Zainab iseng bertanya lagi.

    “ Belum”, jawabnya lagi.

    “ Mak kamu belum masak Nah?” Aku ikut – ikutan bertanya kali ini.

    “ Belum”, jawab Sinah lagi.

    “Ya belumlah, bukannya Sinah berangkatnya pagi- pagi banget, terang aja maknya belum selesai masak”, sahut Zaenab. “ Nah, Nah. Kowe bocah kurang apa miring sih’, Zaenab lanjut mengoceh lagi

    Aku yang telah selesai mencuci tak begitu menanggapi ocehan Zaenab. Segera kuangkat emberku dan membawanya ke tempat jemuran baju. Simah masih belum ada tanda – tanda akan turun. 

    Memang begitulah ia. Darsinah namanya. Tapi orang – orang  memanggilnya Sinah. Sekilas ia tampak seperti gadis biasa. Rambutnya dicukur pendek. Ke mana–mana selalu memakai celana. Kadang celana panjang, kadang celana tiga perempat. Menurutku penampilannya cukup rapi dan sopan.  Tubuhnya tinggi besar, sepantasnya ia memiliki tenaga yang kuat dan juga gerak yang gesit seperti emaknya. Tapi tidak begitu keadaannya. Ia justru tampak gemulai. Mencuci adalah satu – satunya pekerjaan rumah yang bisa dilakukannya. Bila sudah selesai mencuci ia akan pergi ngendong atau dolan ke mana pun ia suka. Ia senang jika ada yang menyuruhnya metani atau ngaraih uwan. Apalagi jika orang itu memberinya upah uang dua ribuan. Ia akan ketagihan dan terus menerus datang dan magang untuk metani.

    Musim kemarau telah tiba. Kali ini cukup parah. Kalen di samping rumahku kering karena air di sungai mengecil sehingga tidak bisa dialirkan ke kalen. Aku terpaksa mencuci di sumur. Orang lain memilih mencuci di kali yang jaraknya lebih jauh . Aku tak bisa mencuci di kali karena tak mungkin kuat   mengangkat ember  besarku yang penuh cucian. Belum lagi musti menuruni tanggul kali yang lumayan curam dan juga licin. Lagi pula jaraknya cukup jauh dari rumah.

    Ada sesuatu yang hilang. Kalen di samping rumahku  menjadi sepi. Karena tak ada lagi orang yang mencuci di sana. Juga, aku tak lagi melihat Sinah  nongkrong di tepi kalen. Tak ada lagi gurauan orang-orang yang meledek Sinah. Dan tak ada lagi Mak yang ngomel gara – gara Simah tidak pulang – pulang membawa cucian. 

    Hanya sesekali kulihat Simah lewat di depan rumahku. Tapi eh.. tunggu dulu. Seperti ada sesuatu yang lain pada Simah. Apa yah? Ah ya, ia kelihatan beda. Sekarang dia terlihat lebih rapi. Rambut pendeknya tampak disisir rapi. Dan wajahnya tampak sedikit therak-therok karena sapuan talc bedak bayi yang kurang merata.

    Beberapa bulan kemudian aku mendengar berita mengejutkan dari  Yuni adik iparku.

    “Mbak Nani udah dengar belum kalau Sinah masuk rumah sakit”, katanya.

    “ Sinah masuk rumah sakit? Memangnya kenapa?” Jawabku terkejut.

    “Katanya sih pendarahan gitu Mbak”, sahut Yuni.

    “ Kok bisa yah, padahal kan dia masih gadis. Jangan – jangan......”, kata – kataku terputus.  Aku hanya membatin apa mungkin Sinah keguguran ?Ah aku tak mau berburuk sangka. Mungkin saja Simah pendarahan karena suatu penyakit. Bukankah ia tidak seperti gadis pada umumnya.

    “Jangan – jangan kenapa Mbak?” Yuni penasaran mendengar kalimatku yang terputus.

    “Ah nggak apa – apa, kasihan Sinah. Orang tuanya apalagi. Pasti sekarang sedang kesusahan”, jawabku.

    Satu minggu kemudian Sinah sudah bisa dibawa pulang ke rumah. Aku yang tidak sempat menjenguk di rumah sakit meyempatkan diri menengok di rumahnya. Saat aku sampai di halaman rumah, kulihat Sinah duduk di kursi yang diletakkan di teras rumah. Wajahnya tampak pucat, meski demikian ia bersih dan tampak terawat. Kalau dilihat seksama sebenarnya ia cukup cantik dan menarik.

    Kusalami tangannya. “Sudah sehat Nah?”, sapaku.

    “Sudah”, jawabnya pendek.  Seperti biasanya ia tak pernah banyak cakap.

     Yu Darmi Mak Simah keluar tergopoh – gopoh menyambut kedatanganku.

    “Eh Mbak Nani, masuk Mbak. Jadi ngerepotin”. Katanya.

    “Ah nggak juga Yu, maaf nggak sempat nengok waktu di rumah sakit kemarin”, jawabku.

    “ Nggak apa – apa,  yang pentingkan Sinah sudah sehat, sudah boleh pulang”, kata Mak.

    “ Kalau boleh tahu, sebenarnya apa yang terjadi pada Simah sampai – sampai terkena pendarahan begitu”, tanyaku hati – hati. Sungguh aku tak ingin menyakiti hati yu Darmi dengan pertanyaanku. Tapi aku sangat penasaran.

    “Sinah keguguran Mbak, dia... dia diperkosa sampai hamil”, jawab yu Darmi tebata – bata. Aku benar – benar terkejut mendengarnya. Benar dugaanku waktu itu.

    “ Tapi siapa yang tega melakukannya?” Tanyaku lagi.

    “Itulah yang saya bingung Mbak, Mbak Nani kan tahu sendiri Sinah anaknya kayak gimana. Dia itu kalo ditanya   sering nggak nyambung. Tapi pas pulang dari rumah sakit tadi, dari dalam mobil dia sempat nunjuk – nunjuk ke arah Slamet yang sedang berdiri di pinggir jalan. Katanya dia Mak, dia yang nganu aku”. Jawab Yu Darmi.

    Kudekati Sinah, aku akan mencoba bertanya langsung kepadanya.

    “ Sinah, Sinah masih sakit ?”, tanyaku hati – hati. Sinah mengangguk.

    “ Ini yang sakit”, katanya sambil memegang perut. Sebenarnya aku ingin berkata, bukannya tadi bilang sudah sembuh. Tapi urung kukatakan. Aku sadar, Sinah kadang ngomongnya ceblang ceblung.

    “Kamu  kenapa bisa sakit Nah”, lanjutku.

    “ Aku di..anu.......”, kata – kata Sinah terputus tapi   kulihat ia memutar - mutar jari telunjuknya  . Aku tahu maksud Sinah. Gerakan telunjuk itu merupakan simbol alat vital laki – laki. Aku bergidik jijik melihatnya. Tapi  aku berusaha bersikap sewajar mungkin. Aku takut menyinggung persaan Yu Darmi.

    “ Siapa yang melakukannya?”, tanyaku.

    “ Itu............. Selamet,”  jawab Sinah. “Di kalen”, lanjutnya.

    “Apa?”, suaraku agak terpekik karena terkejut. Yu Darmi  tak kalah terkejut .

    Kalen ? Aku teringat kalen di samping rumahku yang sudah berbulan – bulan tidak mengalirkan air. Kalen itu memang cukup dalam. Dengan kedalaman satu meter dan lebar sekitar tujuh puluh senti meter kalen itu cukup  aman untuk bersembunyi. Dan perbuatan terkutuk itu pasti dilakukan di sebelah hulu karena di sana banyak rumput semak – semak. Juga letaknya jauh dari jalan dan suasananya sepi. Aku bergidik jijik membayangkan semua itu.

    Kalen (Tentang Gadis Keterbelakangan Mental)


  •  

    Syahdan suatu ketika KH Umar Abdul Mannan pengasuh pesantren Al muayyad Mangkuyudan Surakarta memanggil lurah pondok. Dengan hati berdebar , sang lurah pun menghadap kyainya. Apa gerangan yang yang hendak dititah oleh sang guru, batinnya.

    Kata kyai : “ Tolong anak – anak yang nakal di catat ya. Terus dirangking Dari yang paling nakal sampai yang sedang – sedang saja,”.

    Sang lurah girang bukan main. Ia memang sedang pusing menghadapi perilaku para santri yang nakal tersebut. Ia mengira sang kyai akan memanggil mereka dan memberikan ta’ziran seberat – beratnya atau bila perlu dikeluarkan dari pondok. Iapun  segera undur diri dan melaksanakan perintah sang kyai.

    Tak berapa lama sang lurah memberikan catatan nama – nama santri yang nakal kepada KH Abdul Mannan. Ia menunggu – nunggu sang kyai memanggil santri – santri tersebut. Tapi apa yang ditunggu – tunggu tak kunjung datang. Hingga ketika genap satu bulan, kyai tak juga memanggil mereka dan lurah itupun habis kesabaran. Akhirnya ia menghadap sang kyai.

    “ Maaf Kyai kalau saya lancang. Kenapa santri – santri yang nakal tidak dipanggil – panggil ? Bukankah mereka seharusnya dihukum atau dikeluarkan ?” tanya sang lurah.

    Sang kyai pun tersenyum demi mendengar pertanyaan sang lurah.

    “ Saya memang meminta daftar anak – anak nakal itu karena ingin menangani sendiri. Tapi bukan dengan cara mengeluarkan. Mereka dikirim ke pondok ini kan dengan tujuan agar mereka berubah menjadi anak – anak baik. Kalau mereka dikeluarkan , apa jadinya  nanti ? Mereka justru akan semakin nakal. Dan itu artinya kita telah gagal mendidik “.

    Sang lurah masih belum mengerti. Lantas untuk apa sang kyai meminta catatan nama mereka ? Sang kyai pun menjawab.

    “ Kamu kan tahu kalau malam saya sholat tahajud. Nah saat itulah saya akan mendo’akan mereka  agar jadi anak – anak yang baik. Dan dalam do’a tersebut, saya akan menyebut nama – nama mereka satu persatu”, Tutur sang kyai.

    Kisah di atas bukanlah sekedar isapan jempol semata. Melainkan cerita nyata yang populer diceritakan dari mulut ke mulut. Kisah ini sering diceritakan oleh para da’i saat menyampaikan taushiyah di hadapan para jamaahnya.

    Dalam cerita tersebut ada istilah ta’zir. Satu budaya yang mengakar di lingkungan pesantren. Ta’zir sendiri merupakan satu bentuk hukuman bagi para santri yang melanggar peraturan. Tujuannya adalah agar mereka menjadi santri yang taat dan disiplin.

    Kata ta’zir berasal dari bahasa Arab yaitu ‘azzaro – yu’azziru ta’ziiron. Artinya mencegah ,  ini juga berarti menolong. Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Alloh dan hak hamba yang tidak ditentukan dalam Alqur’an dan Alhadist. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lagi mengatakan sebagai hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.

    Di indonesia, istilah ini lazim digunakan  di lingkungan pesantren. Pada umumnya, setiap pesantren membuat sendiri – sendiri bentuk ta’ziran sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan. Peraturan biasanya dibuat oleh pengurus pondok atas persetujuan pengasuh. Terkadang ada juga peraturan yang dibuat sendiri oleh pengasuh.

    Hukuman yang diberikan bisa berbentuk hukuman fisik maupun non fisik. Tentunya dengan pertimbangan tidak membahayakan fisik namun mampu memberikan efek jera terhadap santri. Dan tentu saja hukuman itu bersifat mendidik.

    Hukuman fisik misalnya menyapu halaman pesantren, membersihkan kamar mandi,  dipotong rambutnya sampai gundul dan sebagainya. Hukuman non fisik misalnya membaca alqur’an , membaca sholawat, membaca istighfar, menyalin kitab dengan tulisan tangan , dan sebagainya.

     Dalam memberikan ta’ziran biasanya ada tahapan tertentu. Tidak serta merta santri dihukum. Tetapi ditegur terlebih dahulu. Mungkin santri tersebut lupa atau belum memahami peraturan. Ketika sudah diberi peringatan santri masih saja melakukan pelanggaran, maka pengurus akan memberikan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Ada juga yang memberlakukan sistem point. Dimana setiap peraturan yang dibuat , maka ada  point pelanggarannya sendiri - sendiri. Saat point pelanggaran mencapai jumlah tertentu, baru diberlakukan ta’zir. Semakin besar point yang didapat, maka hukuman yang didapat juga  semakin berat.

    Untuk memberlakukan sistem ini, maka dibutuhkan buku khusus yang dipegang oleh masing masing santri. Buku tersebut merupakan buku laporan kegiatan santri. Pada tiap kegiatan yang dilakukan, ada laporan. Sehingga ketika santri absen pada salah satu kegiatan, akan terlihat. Dan hal itu merupakan sebuah pelanggaran.  Dari buku tersebut jugalah akan terlihat berapa banyak point pelanggaran yang dilakukan dan menjadi acuan terhadap ta’ziran yang akan diberikan.

    Pada umumnya, ta’zir diberikan oleh pengurus yang berwenang. Ada kalanya pengurus menyerahkan kasus pelanggaran terhadap pengasuh pesantren. Ini terjadi ketika ada santri yang demikian bandel hingga pengurus tidak lagi bisa mengatasinya. Pada saat seperti ini, pengurus tidak lagi ikut campur dengan tindakan yang akan diberlakukan oleh kyai terhadap santri tersebut. Bisa saja pengasuh memanggil santri itu lantas memberikan ta’ziran secara langsung. Atau mungkin memberikan petuah – petuah tertentu sehingga hati santri akan tercerahkan dan sadar dari kesalahannya. Atau bahkan sama sekali tidak memanggil santri tersebut. Melainkan cukup dengan mendo’akan secara khusus santri tersebut.  Cara ini merupakan jalan yang ditempuh secara bathin. 

    Apapun bentuk ta’ziran yang diberikan, semua itu semata – mata untuk menegakkan peraturan pesantren. Ketika peraturan pesantren dipatuhi maka akan tercipta suasan pesantren yang tertib. Hal ini jelas berpengaruh pada jalannya kegiatan belajar mengajar para santri. Mereka akan lebih konsentrasi dan fokus dalam belajar. Tak hanya itu, sistem ta’zir juga akan membentuk pribadi santri yang disiplin dan taat peraturan. Ketika tiba masanya nanti terjun di masyarakat , ia akan menjadi warga yang taat pada hukum dan aturan negara. (Naeli Rokhmah)

     

    Tradisi Ta ’zir di Pesantren Upaya Tumbuhkan Budaya Sadar Hukum di Kalangan Santri


  • Tulisan ini merupakan hasil rangkuman dari kegiatan ngaji bareng Fatayat NU PAC Kesugihan yang dilaksanakan setiap hari Sabtu sore di awal dan akhir bulan. Tentu saja telah saya ramu kembali dengan menggali keterangan di syarah kitab Safinah (Kasyifatus Saja) dan juga dari kitab yang lain. Rangkuman ini saya buat atas permintaan beberapa sahabat mengingat pentingnya pengetahuan fiqih dasar bagi para sahabat. Kebetulan untuk pertemuan kali ini sampai pada fasal yang menerangkan tentang tata cara memandikan mayit.  

    Berbicara tentang memandikan jenazah, maka tidak lepas dari hak jenazah yang wajib ditunaikan. Dalam Islam terdapat empat kewajiban bagi seorang muslim terhadap jenazah. Pertama adalah memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan.

    Hukum Memandikan Jenazah Dan Tata Caranya 

    Memandikan  jenazah hukumnya adalah fardu kifayah. Yang artinya bahwa hukum wajib tersebut berlaku bagi setiap  muslim di suatu wilayah, namun apabila  ada salah satu yang sudah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi muslim yang lain. Mungkin hal inilah yang menyebabkan sedikit orang yang mau mempelajarinya. Apalagi mereka terlanjur biasa mengandalkan keberadaan dan fungsi kayim yang diangkat oleh pemerintah desa untuk mengurusi kematian.

    Tak ada salahnya kita mempelajarinya, karena mungkin suatu saat akan bermanfaat bagi keluarga maupun orang lain. Adapun dalam memandikan mayit  Syeh Salim Bin Abdullah Bin Said Bin Sumair Al Hadrami dalam karangannya Safinah  Najah ada 2 cara. Yaitu cara minimal dan yang kedua adalah cara yang paling sempurna.

    Cara minimal memandikan mayit  bahwa paling sedikit memandikan mayit adalah meratakan air ke seluruh badan  mayit. Syekh Abi Abdil Mu’thi dalam syarahnya (Kasyifatussaja) menjabarkannya bahwa saat memandikan jenazah  menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke seluruh anggota tubuh. Jika cara ini telah dilakukan dengan baik dan benar, maka jenazah dapat dikatakan telah dimandikan dan kewajiban seorang muslim telah gugur.

     Adapun syekh Muhammad Amin Alkurdiy dalam Tanwirul Qulub menjelasakan bahwa satu kali siraman pada prakteknya adalah 3 kali siraman. Siraman  pertama dengan  air murni, siraman kedua dengan air sabun, siraman ketiga dengan  air kapur barus. Jadi tiga kali siraman dengan tiga jenis air ini baru bisa dihitung satu kali. Dengan kata lain saat akan mengulang siraman lagi maka mengulang 3 kali lagi dengan tiga jenis air tersebut ( air murni, air sabun, dan air kapur). Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai dirasa cukup (badan mayit bersih dan terasa kesat).

    Kemudian Syeh Salim Bin Abdullah Bin Said Bin Sumair Al Hadrami menjelaskan cara memandikan jenazah yang paling sempurna. Yaitu menyempurnakan dengan membersihkan 2 aurat besar ( farji dan anus), membersihkan hidung dan telinga dari kotoran, mewudu’kan mayit, menggosok badan mayit dengan daun bidara, dan menyiram air ke badan mayit sebanyak tiga kali. Orang yang memandikan mayit dianjurkan untuk memakai sarung tangan terutama saat membersihkan kemaluan dan dubur.

                Sebagaimana diterangkan di atas bahwa tiga siraman dihitung satu kali dimana masing-masing adalah air murni, air sabun, dan air kapur barus. Dan ketika tiga kali siraman dirasa belum cukup, maka ditambah lagi menjadi 5 siraman, apa bila masih belum cukup juga, maka ditambah lagi menjadi 7 siraman dan seterusnya. Intinya adalah jumlah siraman disunnahkan ganjil.

    Niat Memandikan Mayit

    Memandikan mayit hukumnya wajib adapun niat memandikan mayit hukumnya sunnah. Sedangkan mewudu’kan mayit hukumnya sunnah akan tetapi niat mewudu’kan mayit hukumnya fardu.

    Berikut lafadz niat memandikan  dan mewudukan mayit

    Niat memandikan jenazah laki-laki

    نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى

    "Nawaitul ghusla adaa-an 'an haadzal mayyiti lillahi ta'aalaa."

    Niat memandikan jenazah perempuan

    نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى

    Nawaitul gusla adaa-an 'an haadzihil mayyitati lillaahi ta'aalaa."

     Niat mewudukan mayit  laki-laki

     نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ المَسنُونَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى

    Nawaitul wudhu-a lmasnuna li hadzal mayyiti lillahi ta’ala

    Saya niat wudu yang disunnahkan untuk mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta’ala

    Niat mewudu'kan mayit perempuan

    نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ المَسنُونَ  لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى

    Nawaitul wudhu-al masnuna li hadzihil mayyitati lillahi ta’ala

    Saya niat wudu  yang disunnahkan untuk mayit (perempuan) ini karena Allah Ta’ala

    Jenazah yang wajib dimandikan.

    Dalam Islam, jenazah yang wajib dimandikan adalah:

    1. Seorang muslim atau muslimah

    2. Ada tubuhnya

    3. Kematiannya bukan karena mati syahid

    4. Bukan bayi yang meninggal karena keguguran

    Jenazah yang tidak boleh dimandikan.

    Dalam Islam juga terdapat jenazah yang tidak boleh dimandikan. Kedua kategori jenazah tersebut adalah jenazah yang mati syahid atau gugur dalam perang melawan orang kafir dalam rangka membela agama Islam. Lalu jenazah yang kedua adalah bayi yang meninggal karena keguguran saat dalam kandungan. Kedua jenazah tersebut tidak boleh dimandikan dan disalati, hanya cukup dikafani kemudian dikuburkan. Akan tetapi bila janin sudah berumur 4 bulan ke atas maka tetap dimandikan dan disholati.

    Syarat orang yang memandikan jenazah.

    1. Beragama Islam

    2. Berakal

    3. Baligh

    4. Berniat memandikan jenazah

    5. Mengetahui hukum memandikan jenazah

    6. Terpercaya, amanah, dan mampu menutupi aib

    Orang yang berhak memandikan jenazah.

    Meski hukumnya fardhu kifayah yaitu wajib bagi siapa pun yang memenuhi syarat, dalam memandikan jenazah terdapat urutan mengenai siapa saja yang lebih berhak untuk memandikannya. Berikut  adalah urutan orang yang paling berhak memandikan jenazah laki-laki dan perempuan:

    Untuk jenazah laki-laki.

    - Laki-laki yang masih memiliki hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua, anak laki-laki atau kakek

    - Istri

    - Laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan

    - Perempuan yang masih mahram

    Untuk jenazah perempuan.

    - Suami. Seorang suami adalah yang paling berhak memandikan istrinya karena suami diperbolehkan melihat seluruh anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali

    - Perempuan yang masih ada hubungan kekerabatan, seperti kakak, adik, orang tua, anak perempuan atau nenek

    - Perempuan yang tidak memiliki hubungan keluarga

    - Laki-laki yang masih mahram

    Demikian ulasan dari saya, semoga dan bermanfaat. Tentu saja masih banyak sekali kekurangan. untuk itu saya mohon kritik dan sarannya. Wallohu A’lamu Bisshowab. (Naeli Rokhmah)

     

     

    Tata Cara Memandikan Jenazah

  • - Copyright © Diary Mbak Neli - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -